Sekilas Tentang Film Dokumenter
I. Ancang-ancang Umum
I.1. Esensi Dokumentasi
Sejarah manusia selalu disusun dari ingatan. Dan ingatan, bisa bersumber dari fakta-fakta, data, tulisan, artefak – atau apapun namanya – yang menjadi acuan manusia untuk mengingat dan merekonstruksi suatu peristiwa, kenyataan. Di situlah pentingnya dokumentasi, untuk mendukung penyusunan sebuah “fakta peristiwa” atau apa yang sering disebut sebagai “realitas”.
Dalam kaitannya dengan pembuatan “video dokumenter”, maka esensi dari kerja pendokumentasian itu ialah upaya menyusun kronologi peristiwa atau kenyataan ke dalam format dokumentasi sebuah video. Fakta, data, catatan, dan segala sumber primer untuk dokumentasi disusun dan dibangun untuk dituangkan ke dalam dokumentasi berformat video.
Di sinilah, video sebagai sebuah format media yang memiliki karakter yang spesifik mesti difahami dengan baik, agar penuangan fakta, data atau catatan yang hendak didokumentasikan itu menarik. Maka, dalam kerja pembuatan “video dokumenter” pun harus diingat perlunya “kreatifitas” mengolah bahan-bahan primer dokumentasi yang tersedia itu. Kreatifitas di situ, tentu saja mesti taat dan setia pada fakta-fakta primer yang tersedia, tidak melebih-lebihkan atau pun mengurangi atau menutup-nutupi. Hanya, bagaimana agar fakta-fakta itu dipaparkan dengan cara yang menarik dan baik, maka diperlukan kreatifitas untuk membikinnya.
Ada bermacam jenis dokumentasi, berdasarkan media yang dipakai untuk “menyimpan” dokumentasi itu. Ada yang berformat, tulisan (buku), ada yang berupa rekaman audio, dan ada juga yang berupa dokumentasi audio-visual atau video. Setiap jenis dokumentasi itu memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri.
Video, sebagai sebuah medium untuk menyusun dokumentasi, memiliki dua karakter dasar utama, yaknibersifat audio dan visual. Atau bisa juga disebut memiliki sifat naratif dan visual. Dua hal itulah yang menjadi sifat utama format dokumentasi video. Karenanya, sebuah dokumentasi video yang baik mampu mengoptimalkan dua karakterisik itu untuk mendukung dan mengungkapkan bahan-bahan primer yang tersedia. Artinya, bagaimana kekuatan naratif dan visual mesti saling melengkapi dan mendukung untuk penyampaian bahan-bahan primer dokumentasi itu.
Biasanya berupa “suara narator” yang mencoba memaparkan spesifikasi data atau fakta yang tidak mungkin diungkapkan dengan atau dalam bentuk gambar (visual). Misalnya angka-angka, demografi wilayah, pengenalan nama dan karakter tokoh (bila ada) dan sejenisnya. Melalui bahasa penuturan yang efektif, sugestif dalam memaparkan fakta-fakta atau data, dan juga pemilihan intonasi yang lebih emotif.
Semua itu, pada intinya adalah upaya agar narasi itu tidak mengganggu visual yang tengah tergambarkan. Narasi yang datar dan tidak menarik bisa merusak gambar yang telah dipilih dalam struktur dokumentasi itu.
Naratif, bisa juga berupa sound-efek, musik ilustrasi yang berfungsi untuk memberi stresing “sesuatu” yang hendak diungkapkan dalam gambar. Semua itu bertujuan untuk mendukung efektifitas gambar yang ada agar lebih memiliki efek dramatis tertentu, sehingga moment-moment yang hendak disampaikan atau dipaparkan menjadi lebih menarik.
I.2.B. Visual
Ialah serangkaian gambar yang disusun untuk memaparkan fakta, data, peristiwa dan segala macam yang berkaitan dengan dokumentasi yang hendak dibuat. Gambar-gambar itu dipilih melalui serangkaian pengambilan gambar dan proses editing, yang kemudian disusun ke dalam struktur penyusunan dokumentasi video. Struktur penyusunan itulah, yang nanti bisa kita kenali dan kita pilih untuk menyampaikan dokumentasi video itu menjadi menarik, efektif dan juga kreatif.
Tetapi, pada intinya, gambar-gambar itu disusun untuk menngungkapkan bahan-bahan primer yang hendak disampaikan dalam dokumentasi tersebut. Di sini, kita mesti arif dan selektif dalam mimilih gambar-gambar atau visualisasi untuk mendukung “apa yang hendak disampaikan melalui dokumentasi yang kita buat itu.
Untuk itulah, kita mesti mengenali dengan baik bagian-bagian dalam penyusunan dokumentasi itu: mana yang mesti ada narasinya, mana yang cukup dipaparkan melalui serangkaian gambar atau visualisasi peristiwa.
II.1. Menyiapkan dan mengolah data
Membikin sebuah dokumentasi, yang mula-mula dipersiapkan tentu saja “tema dokumentasi” yang mesti kita pilih. Setelah kita memilih tema yang akan kita tuangkan, maka kita mesti mencari data, fakta, peristiwa dan sejenisnya yang berkaitan dengan tema yang telah kita tentukan itu. Dalam proses inilah kita masuk apa yang sering disebut sebagai riset atau pencarian data. Ada banyak cara untuk melakukan riset. Tapi di sini kita bisa memakai pendekatan yang cocok untuk penyusunan video dokumenter, yakni pendekatan partisipatif-aktif.
Pendekatan ini menekankan pada keterlibatan kita secara langsung ke dalam lapangan dimana baha-bahan, data, peristiwa, fakta yang kira-kira berkaitan langsung dengan tema yang telah kita pilih. Pendekatan partisipatif-aktif membuat kita langsung terjun ke lapangan, langsung masuk ke dalam narasumber dan wilayah-wilayah yang hendak kita dokumentasikan itu. Sehingga kita bisa menemukan detail, spesifikasi atau keunikan dari tema yang akan kita angkat itu. Dalam proses pendekatan partisipatif-aktif itulah, kita akan menemukan data-data, fakta, juga bahan-bahan gambar yang nantinya menjadi bahan-bahan primer untuk sebuah dokumentasi video. Dalam proses yang partisipatif dan aktif itu, kita bisa melakukan beberapa hal:
II.1.B. Wawancara
Untuk menemukan data atau fakta kita bisa melakukan wawancara kepada narasumber yang kita anggap sesuai dengan tema dokumentasi yang akan kita buat. Wawancara narasumber itu berfungsi untuk menggali pikiran, pandangan dan pengungkapan pengalaman yang berkaitan dengan dokumentasi yang hendak kita buat. Narasumber itu bisa datang dari seorang ahli yang berkompeten dengan tema yang kita angkat, atau bisa juga pelaku aktif dari materi dokumentasi itu. Biasanya, yang pertama untuk memberi perspektif dalam melihat persoalan. Yang kedua, untuk mengungkapkan fakta dan pengalaman empiris yang berkaitan dengan tema yang akan kita ungkapkan itu, agar dokumentasi tu lebih menyentuh langsung dengan persoalan yang akan kita paparkan.
Guna “memperkuat validitas” data yang sudah ada, kita bisa melakukan kerja riset lapangan, atau melakukan pembuktian langsung di lapangan, mencocokkan data-data dengan kenyataan yang ada. Dalam riset lapangan inilah, bukan tidak mustahil, kita malah menemukan data atau fakta baru sehingga kenyataan yang akan kita sampaikan menjadi lebih “realistis”, lebih sesuai dengan kenyataan yang ada. Riset lapangan, dengan begitu sebuah upaya penemuan fakta juga, upaya untuk lebih mengenali kenyataan yang akan kita dokumentasikan secara konkrit. Karena itulah pastisipasi dan keaktifan kita dalam menggali “kenyataan” itu menjadi kualitas bagi ketersediaan data atau bahan primer yang akan kita olah untuk menyusun struktur pemaparan dokumentasi kita.
II.2. Menyusun Data ke dalam Treatment
Kini, sampailah kita pada bagaimana kita memaparkan semua data yang sudah tersedia itu ke dalam rangkaian “struktur dokumentasi video” yang menarik, efektif dan kreatif. Untuk untu kita bisa mulai mendisain “kerangka dokumentasi” itu melalui sebuah treatment. Ini bertujuan agar kita bisa memaparkan dan menuturkan semua data yang kita anggap harus kita ungkap atau sampaikan itu. Membuat treatment ini juga dengan pertimbangan “jenis dokumentasi” yang hendak kita pilih. Pertama, dokumentasi yang bersifat dokumenter, dan kedua, yang bersifat doku-drama, yakni jenis dokumenter yang memakai format cerita/drama sebagai tuturannya.
Biasanya, treatment dokumenter bersifat sederhana. Terdiri dari opening, content (pemaparan data) danclosing. Dalam menyusun tiga babakan itu, kita selalu mempertimbangkan prinsip jurnalistik 5W+1H itu. Dengan begitu, semua fakta dimungkinkan untuk terungkap.
II.3. Tehnik Penuturan
Secara garis besar, dokumentasi video mengenal dua tehnik tuturan, Yang dimaksud dengan tuturan di sini ialah cara menyampaikan data atau fakta itu melalui serangkaian peristiwa yang hendak diungkapkannya. Karena, bagaimana pun, sebuah fakta atau data atau peristiwa yang hendak didokumentasikan itu mesti diungkapkan dengan cara menarik, efektif dan kreatif. Adapun dua kecenderungan tehnik penuturan atau penceritaan itu ialah: penuturan obyektif, dan penuturan subyektif.
Penuturan obyektif biasanya ditandai tengan pemakaian tehnik narator yang berjarak, dan bahan-bahan yang menyangkut dokumentasi itu disampaikan dengan reportatif. Artinya, narator berfungsi menyampaikan semua data dengan dukungan gambar untuk mempertegas dan mempertajam apa yang ingin disampaikan.
Sementara penuturan subyektif, merupakan tehnik yang memakai “orang pertama” yang terlibat secara langsung dengan apa yang hendak didokumentasikan itu. “Orang pertama” menjadi narator yang mengungkapkan semua bahan-bahan dokumentasi itu. Narasi dan gambar kemudian menjadi semacam ungkapan kisah “orang pertama” tersebut. Tehnik ini biasanya digunakan untuk menimbulkan kesan familiar, emotif, hingga dokumentasi lebih meyakinkan karena dituturkan oleh “orang pertama”. Sebagai contoh, bila kita hendak mendokumentasikan anak-anak jalanan, maka kita bisa memakai kisah satu anak jalanan yang kita jadikan “penutur” dan memberikan/mengungkapkan semua liku-liku hidupnya.
Kita juga bisa memadukan dua tehnik penuturan itu, menyelang-nyelingnya, antara tehnik penuturan obyektif dengan subyektif. Atau tehnik subyektif dengan penambahan pemakaian narator yang obyektif untuk memperkuat gambaran dan persoalan yang ingin kita ungkapkan.
Setelah semua data terkumpul dan kita memilih tehnik apa yang akan kita gunakan, maka kita sesungguhnya siap untuk mulai menyusun sebuah dokumentasi video. Yang penting diingat ialah, bagaimana kita mesti membuat dokumentasi itu menarik, efektif dan kreatif. Berkali-kali hal itu saya tekankan, karena sebuah dokumentasi yang baik sesungguhnya tidak semata-mata sebuah upaya merekam peristiwa atau mengungkapkan data-data, tetapi terlebih ialah sebuah upaya untuk memahami persoalan agar kita memiliki keluasan wawasan ketika mencoba menelaah dan menghayatinya menjadi sebuah pengalaman bersama.
Dengan penghayatan semacam itulah, kita bisa mulai bekerja.
No comments: