Menjadi Editor Film

1:00 PM
Ini adalah salah satu profesi yang kurang diminati oleh kalangan seniman film. Pekerjaannya hanya duduk dan membolak-balik footage kesana-kemari, potong sana dan sini. Jarang kena matahari, apalagi ketemu artis-artis cantik di lokasi syuting. Tapi tahukah bahwa editor film memegang peranan penting dalam hasil akhir sebuah film? Apa yang akan ditulis di artikel ini hanyalah berdasarkan pengalaman pribadi saja, yang kebetulan sudah pernah dan masih (kadang-kadang) menjadi editor film sejak tahun 1995.
Awal perkenalan penulis dengan dunia editing dimulai ketika mulai bekerja di Studio Audio Visual Puskat tahun 1995. Saat itu dunia audio visual masih berada di era analog, dimana proses editing masih dilakukan tape to tape (menggunakan dua player dan recorder video). Pekerjaan editing pertama kali adalah LOGGING (membuat daftar shot/gambar yang sudah disyuting), dengan menuliskan timecode di sebuah kertas, bersama dengan deskripsi shotnya. Hal ini tak perlu dijelaskan, biar artikel ini gak mbleber kemana-mana ya ðŸ™‚
Berikutnya, penulis menapaki pekerjaan sebagai EDITOR OFFLINE (Menyambung shot dengan transisi cut sederhana), atau ROUGH CUT editing.
Editing Analog menggunakan Betacam dan Editing Control Sony BVE 910 (thn 1995)

Saat yang menggembirakan adalah ketika mulai dipercaya sebagai EDITOR ONLINE. Dulu, peran editor masih multitasking. Dia harus bisa cutting, titling, grading, sound editing, dan mixing. Sekarang jaman sudah berubah, semua mempunyai spesialisnya masing-masing. Nah, disinilah penulis mulai merasakan bagaimana pentingnya seorang editor film.
  1. IRAMA. Kita tahu bahwa sejatinya film itu tak jauh dari dunia musik/lagu. Dalam lagu dikenal ada irama. Dalam filmpun demikian. Cutting yang pas akan menghasilkan irama tertentu bagi tangga dramatik.
  2. CONTINUITY. Pada saat pengambilan gambar kadang-kadang teman di lapangan tak menyadari terjadinya jumping atau kebocoran. Jumping dalam hal pencahayaan, gerakan tubuh,dialog, letak property, dan sebagainya. Baru pada saat editinglah biasanya masalah-masalah itu terkuak. Jadi jangan heran kalau ada editor film yang stres gara-gara mendapati shot-shot yang belang-belang ðŸ™‚
  3. DRAMATIK. Yup. Bisa saya sebut bahwa EDITOR IS THE 2ND DIRECTOR. Merangkai shot menjadi bangunan utuh film, bekerjasama dengan sutradara. Memahami naik turunnya emosi dalam shot, scene.
  4. REASON. Ini yang kadang diabaikan. Alasan perpindahan shot satu ke shot berikutnya haruslah disertai alasan-alasan estetika yang kuat, sehingga penonton mampu mencerna maksud dari sebuah film.
  5. KEMASAN AKHIR sebuah film ada di tangan editor dan sutradara.
  6. EDITOR adalah PENONTON YANG BAIK. Editor harus mampu memposisikan diri sebagai penonton pada saat mengevaluasi hasil kerjanya sendiri. Mewakili mata dan rasa penonton awam, sehingga meminimalisair terjadinya gap interpretasi terhadap sebuah rangkaian shot.
Apa saja kemampuan yang harus dipunyai seorang editor?
  1. RASA. Ini memegang peranan penting. Bagi saya (bisa saja berbeda dari yang lain) feeling seorang editor 70% akan sangat berpengaruh pada hasil akhir film. Sisanya yang 30% adalah kemampuan teknis.
  2. MENYUKAI MUSIK. Jenis apapun. Semakin luas wawasan musiknya, semakin baik. Karena editor akan bermain di wilayah irama dengan genre film yang berbeda.
  3. APRESIATOR FILM. Editor harus banyak menonton film. Mencari referensi cutting dari film-film lain.
  4. TIDAK BUTA WARNA. Ini juga penting. Karena ada editor online yang sekaligus melakukan coloring.
  5. KEMAMPUAN TEKNIK. Ini memegang peranan. Jelas.
Tidak usah melulu belajar bagaimana cara mengedit dengan special effect. Karena pada awalnya seorang editor pasti akan berkenalan dengan CUTTING. Dan hal ini sangatlah signifikan pengaruhnya dalam bangunan dramatik sebuah film. Belajarlah CUTTING, CUTTING, dan CUTTING.
Film adalah rangkaian peristiwa. Oleh karena itu seorang editor harus mampu menghadirkan rangkaian peristiwa di dalam film, bukan sekedar menyambung shot dan scene.
Demikianlah sedikit sharing. Semoga bermanfaat.
Happy Editing ðŸ™‚
Penulis: Triyanto 'Genthong' Hapsoro

No comments:

Powered by Blogger.